Selayang Pandang
![]() |
from: blog.patheticwaltz.com |
PERSONAL
Band ini merajah dunia musik Indonesia sejak tahun 2011. Band yang berasal dari Surakarta ini digawangi oleh Andi Getta Prayudha (gitar), Julius Didit Setyawan (lead gitar / latar vokal), dan juga Alta Karka (vokal).
Pathetic Waltz pada awalnya mengusung genre musik pop dengan nuansa folk dan alunan gitar akustik yang sederhana. Nama Pathetic Waltz terilhami dari judul lagu milik band Pure Saturday, band indie asal Bandung.
KARIR
Pathetic Waltz
tercetus dari sebuah ide iseng dari ketiga personelnya. Sama seperti
band lain yang bergerak dari bawah, band ini memilih jalur indie sebagai
starting pointnya.
Sekitar bulan Desember 2011, band ini mulai merekam lagu mereka yang pertama berjudul Waiting Room
secara home recording dan studio. Kesederhanaan dan skill yang apa
adanya dan dibalut dengan vokal yang ceria menjadi kekuatan dari lagu
ini.
Saat ini Pathetic Waltz
masih mencoba untuk tetap eksis dengan 1 buah hits singlenya tersebut
yang nyatanya mendapatkan tempat di hati penggemar musik indie. (source: Kapanlagi.com)
DISKOGRAFI
HIT SINGLE
- Waiting Room (2011)
- She Like Pretty Owl (2012)
- Malam (2014)
- Berdiri Menantang (2016)
ALBUM
- Self Titled Album (2015)
THE DAILY JOTTER
Ini adalah tugas dari saya untuk saya sendiri: menulis tulisan yang
bagus dan layak baca. Kali ini, saya mau ambil dari yang saya kenal
dulu, Pathetic Waltz. Pathetic Waltz adalah wujud fenomenalnya lagu Pure
Saturday berjudul sama di album “Utopia”. Alta Karka, Julius Didit dan
Andi Getta memilih nama itu sebagai nama band mereka saat perjalanan
pulang menonton Djakarta Atmosphere di Senayan 2011. Andai saja mereka
tidak menyaksikan Pure Saturday memainkan lagu “Pathetic Waltz” saya sangsi, mereka bertiga menamai band-nya Pathetic Waltz.
Tiga tahun ngeband, punya delapan lagu tapi belum rekaman membuat
gusar juga ternyata. April 2014 mereka merekam lagu-lagunya di studio
rumahan di daerah Ngargoyoso, Karanganyar. Niat rekaman hanyalah niat
tanpa didukung alat yang lengkap, “Soundcard beli sendiri, wara-wiri
Solo-Jogja, karena sempet rusak setelah baru seminggu beli, nunggu
garansi servis, sempat pending beberapa pekan tapi akhirnya kelar dalam
tiga bulan rekaman di rumah sendiri, direkam sendiri, operator gantian,
bener-bener nginep.” cerita Alta.
Perjuangan mereka berbuah hasil, mereka ditawari label anyar di Solo,
Rambowadon, untuk merilis album pertama mereka dalam jumlah terbatas di
tanggal 18 April 2015. Pesta rilis sendiri diadakan di Double Decker,
Solo pada 21 April. Saat ditanyai respon terhadap kaset rilisan mereka,
Alta mengaku puas. Bahkan ada beberapa pengunjung yang meminta wholesale
plus tandatangan mereka dari Jakarta. Urusan itu, mereka serahkan ke
label.
Mereka adalah sosok yang sederhana. Musik mereka bernuansa pop. Ada
juga yang bilang folk. Saya mengiyakan saja, yang jelas lagu mereka enak
didengar. Saya sederhanakan saja. Track berjudul “Malam” menjadi
favorit saya. Saat diputar di malam hari, “Malam” seperti berdaya magis.
Refleksi diri terhadap apa yang telah dilalui ataupun yang akan datang.
Menuju kebebasan kita mencari apa yang disebut diri sendiri
Dalam kegelapan kita coba mengerti sesuatu apa yang kita ingini
Kalau dicermati, penggalan lirik di atas bisa dibilang puitis.
Kontradiktif dengan mereka yang menyebut Pathetic Waltz adalah band
brengsek. Rupanya, brengsek di sini lebih dalam artian nekat. Mereka
bukan orang punya, yang serba ada, yang kegiatan bermusiknya disokong
oleh modal dan alat yang mumpuni untuk rekaman. Mereka juga kurang
skill, mereka mengakuinya. Saat disindir sendiri oleh Rambowadon bahasa
Inggris mereka amburadul, mereka mengakui dan berkelakar mungkin karena
dulu di sekolah jarang masuk kelas bahasa Inggris. Serba terbatas. Walau
kekurangan, walau alat pinjam sana pinjam sini. Tetek bengek itu mampu
disiasati, merubahnya dari minus menjadi surplus.
Kalau saya nilai, lagu mereka juga serius dan bernilai saat diputar.
Misal lagu “Plastik Bekas”, adalah wujud ekspresi mereka terhadap isu
lingkungan hidup. Walau bukan yang pertama mengangkat isu lingkungan
hidup dan mengajak kita kembali lagi menggiatkan “Go Green”, tapi sudut
pandang mereka juga patut didengarkan.
Pathetic Waltz adalah band baru. Seperti band baru diawal karir,
mereka masih sepi panggung. Kota Solo masih menjadi arena bermain
mereka. Fuck off it all, setidaknya mereka pernah sepanggung
dengan Mocca saat gelaran Heaven On Stage di Taman Balekambang, Solo.
Terbuka luas kemungkinan mereka di masa mendatang menyamai kesuksesan
Mocca, bahkan melebihinya.
The Return
Kemudian, pada 10tahun album debut dan setelah menyatakan bubar pada 2017, Pathetic Waltz menyatakan kembalinya yang ditandai dengan penampilan mereka di Lokananta Studio, Solo. Menjadi satu dari sekian mimpi yang menjadi kenyataan, dalam acara Gaung Irama dan mendapatkan kesempatan bermain di dalam studio yang begitu istimewa, dan legenda bagi Indonesia.
Meskipun, ini bukan yang pertama kalinya mereka bermain di Lokananta. Bahkan pada Record Store Day satu dekade yang lalu pun mereka turut andil dalam gelaran tahunan di seluruh dunia ini.
Dalam acara ini pun, mereka membawakan full setlist: Album Debut yang pernah dirilis dalam format kaset pada 2015 silam. Beberapa highlightnya tersedia di halaman Instagram maupun YouTube.
Latest Member:
Alta Karka - vocal
Andi Getta - guitar
Tri Prabowo - bass
Radius Boni - drums
additional; Demas - Keyboard
Past Member:
Julius Didit - lead guitar